Langkah bukan masalah belakang atau pun depan
Bukan keriuhan masa lalu
Bukan pula tentang kenangan yang akan datang
Tapi langkah adalah kepastian dan harapan jati diri kita sebagai manusia
Lalu kemana kakimu melangkah my love
Monday, September 15, 2014
Langkah
Saturday, February 15, 2014
Dalam diam
Kita bisa menanggung rasa seperti tentara - tentara di tanah perang
Menunda rasa di tanah sayang, sayang
Kita bisa ber-akting layaknya para pencinta peran
Dan berpura - pura melapisi diam
Sedang rindu ini tak pernah padam sayang
Bergejolak dalam diam, berjalan dalam diam
Terombang ambing di awang
Menembus kabut menghisap diam
Sayang, masihkah dirimu riang dan bersenandung dalam hujan walau kau tak semesranya tenang
Menunda rasa di tanah sayang, sayang
Kita bisa ber-akting layaknya para pencinta peran
Dan berpura - pura melapisi diam
Sedang rindu ini tak pernah padam sayang
Bergejolak dalam diam, berjalan dalam diam
Terombang ambing di awang
Menembus kabut menghisap diam
Sayang, masihkah dirimu riang dan bersenandung dalam hujan walau kau tak semesranya tenang
Labels:
badploi,
Dalam diam,
kangen,
ploi,
puisi,
rindu,
sajak,
Zaddam Hussein
Tuesday, February 4, 2014
Negaraku. Bukan negaraku.
Kita kehilangan jati diri!
Bisu, tak lagi berani berbicara.
Berputar putar memilih warna.
Bingung akan warna sendiri.
Bingung akan tanah sendiri.
Apa mau-mu negaraku?
Apa mau-mu permerintahan Indonesia-ku?
Tidakkah kalian sadar kita tak lagi berwajah, tak lagi berwarna, tak lagi merah maupun putih!
Bisu, tak lagi berani berbicara.
Berputar putar memilih warna.
Bingung akan warna sendiri.
Bingung akan tanah sendiri.
Apa mau-mu negaraku?
Apa mau-mu permerintahan Indonesia-ku?
Tidakkah kalian sadar kita tak lagi berwajah, tak lagi berwarna, tak lagi merah maupun putih!
Apa. Ini.
Dari cinta yang luar biasa hingga rindu melarut dalam luka. Bias. Tak lagi berbatas.
Friday, January 24, 2014
Hujan tanpa hujan
Hujan tanpa hujan
Terikatlah hujan
Tanpa hujan
Atau hanya hujan
Hanya hujan yang paham pada hujan
Hujan tanpa hujan
Tak bersuara
Sunyi
Hanya awan kelabu menggelayut
Lembut dalam biru
Hujan tanpa hujan
Sepi
Terikatlah hujan
Tanpa hujan
Atau hanya hujan
Hanya hujan yang paham pada hujan
Hujan tanpa hujan
Tak bersuara
Sunyi
Hanya awan kelabu menggelayut
Lembut dalam biru
Hujan tanpa hujan
Sepi
Seseorang. Rindu.
Entah harum bunga mana yang merasuk jiwa ini sayang
membuai bagaikan malam
Terlarut layaknya garam
Edan, berlalunya waktu pun seakan tak berbunyi
Menjentik jari dan semuanya terjadi
Entah harum lautan mana yang menari dalam jiwa ini sayang
bergejolak namun hening
Tak ubahnya senyuman mu nan bening
Pelan, hingar tak bersuara
Menjalar bagaikan kecapi kecapi para dewi di khayangan
Ahhh, riang tawamu hening senyum dan rindumu
telah rebah di jiwaku menjelma sebagai kesendirianku
Wednesday, January 1, 2014
Kau Ini Bagaimana Atau Aku Harus Bagaimana
Kau ini bagaimana?
Kau bilang Aku merdeka, Kau memilihkan untukku segalanya
Kau suruh Aku berpikir, Aku berpikir Kau tuduh Aku kafir
Aku harus bagaimana?
Kau bilang bergeraklah, Aku bergerak Kau curigai
Kau bilang jangan banyak tingkah, Aku diam saja Kau waspadai
Kau ini bagaimana?
Kau suruh Aku pegang prinsip, Aku memegang prinsip Kau tuduh Aku kaku
Kau suruh Aku toleran Kau bilang Aku plin-plan
Aku harus bagaimana?
Aku Kau suruh maju, Aku maju Kau srimpung kakiku
Kau suruh Aku bekerja, Aku bekerja Kau ganggu Aku
Kau ini bagaimana?
Aku kau suruh menghormati hukum, kebijaksanaanmu menyepelekannya
Aku Kau suruh berdisiplin, Kau menyontohkan yang lain
Aku harus bagaimana?
Kau bilang Tuhan sangat dekat, Kau sendiri memanggilnya dengan pengeras suara tiap saat
Kau bilang Kau suka damai, Kau ajak Aku setiap hari bertikai
Aku harus bagaimana?
Aku Kau suruh membangun, Aku membangun Kau merusaknya
Aku Kau suruh menabung, Aku menabung Kau menghabiskannya
Kau ini bagaimana?
Kau suruh Aku menggarap sawah, sawahku Kau tanami rumah-rumah
Kau bilang Aku harus punya rumah, Aku punya rumah Kau meratakannya dengan tanah
Kau ini bagaimana?
Aku Kau larang berjudi, permainan spekulasimu menjadi-jadi
Aku Kau suruh bertanggung jawab, Kau sendiri terus berucap Wallahu a'lam bissawab
Kau ini bagaimana?
Kau suruh Aku jujur, Aku jujur Kau tipu Aku
Kau suruh Aku sabar, Aku sabar Kau injak tengkukku
Aku harus bagaimana?
Aku Kau suruh memliihmu sebagai wakilmu, sudah kupilih Kau bertindak semaumu
Kau bilang Kau selalu memikirkanku, Aku sapa saja Kau merasa terganggu
Kau ini bagaimana?
Kau bilang bicaralah, Aku bicara Kau bilang Aku ceriwis
Kau bilang jangan banyak bicara, Aku bungkam Kau tuduh Aku apatis
Aku harus bagaimana?
Aku harus bagaimana?
Kau bilang kritiklah, Aku kritik Kau marah
Kau bilang cari alternatifnya, Aku kasih alternatif Kau bilang jangan mendikte saja
Kau ini bagaimana?
Aku bilang terserah Kau, Kau tidak mau
Aku bilang terserah kita, Kau tak suka
Aku bilang terserah Aku, Kau memakiku
Kau ini bagaimana?
Aku harus bagaimana?
(K.H.A. Mustofa Bisri, 1987)
Kau bilang Aku merdeka, Kau memilihkan untukku segalanya
Kau suruh Aku berpikir, Aku berpikir Kau tuduh Aku kafir
Aku harus bagaimana?
Kau bilang bergeraklah, Aku bergerak Kau curigai
Kau bilang jangan banyak tingkah, Aku diam saja Kau waspadai
Kau ini bagaimana?
Kau suruh Aku pegang prinsip, Aku memegang prinsip Kau tuduh Aku kaku
Kau suruh Aku toleran Kau bilang Aku plin-plan
Aku harus bagaimana?
Aku Kau suruh maju, Aku maju Kau srimpung kakiku
Kau suruh Aku bekerja, Aku bekerja Kau ganggu Aku
Kau ini bagaimana?
Aku kau suruh menghormati hukum, kebijaksanaanmu menyepelekannya
Aku Kau suruh berdisiplin, Kau menyontohkan yang lain
Aku harus bagaimana?
Kau bilang Tuhan sangat dekat, Kau sendiri memanggilnya dengan pengeras suara tiap saat
Kau bilang Kau suka damai, Kau ajak Aku setiap hari bertikai
Aku harus bagaimana?
Aku Kau suruh membangun, Aku membangun Kau merusaknya
Aku Kau suruh menabung, Aku menabung Kau menghabiskannya
Kau ini bagaimana?
Kau suruh Aku menggarap sawah, sawahku Kau tanami rumah-rumah
Kau bilang Aku harus punya rumah, Aku punya rumah Kau meratakannya dengan tanah
Kau ini bagaimana?
Aku Kau larang berjudi, permainan spekulasimu menjadi-jadi
Aku Kau suruh bertanggung jawab, Kau sendiri terus berucap Wallahu a'lam bissawab
Kau ini bagaimana?
Kau suruh Aku jujur, Aku jujur Kau tipu Aku
Kau suruh Aku sabar, Aku sabar Kau injak tengkukku
Aku harus bagaimana?
Aku Kau suruh memliihmu sebagai wakilmu, sudah kupilih Kau bertindak semaumu
Kau bilang Kau selalu memikirkanku, Aku sapa saja Kau merasa terganggu
Kau ini bagaimana?
Kau bilang bicaralah, Aku bicara Kau bilang Aku ceriwis
Kau bilang jangan banyak bicara, Aku bungkam Kau tuduh Aku apatis
Aku harus bagaimana?
Aku harus bagaimana?
Kau bilang kritiklah, Aku kritik Kau marah
Kau bilang cari alternatifnya, Aku kasih alternatif Kau bilang jangan mendikte saja
Kau ini bagaimana?
Aku bilang terserah Kau, Kau tidak mau
Aku bilang terserah kita, Kau tak suka
Aku bilang terserah Aku, Kau memakiku
Kau ini bagaimana?
Aku harus bagaimana?
(K.H.A. Mustofa Bisri, 1987)
Subscribe to:
Posts (Atom)